
Pada Rabu, 5 Maret 2025, Masjid Mardliyyah Islamic Center menggelar kajian yang mengisi ngabuburit jamaah dengan bertemakan “Optimalisasi Sumber Daya dan Manajemen Keuangan Untuk Menangkal Hedonisme di Era Disrupsi”. Kajian sebelum berbuka ini dibawakan oleh Prof. Supriyadi, M.Sc., Ph.D., CMA., CA., Ak; mengulik realita dari adanya hedonisme dalam era disrupsi.
“Islam mengajarkan bahwa manusia diciptakan untuk bekerja dan mengelola dunia dengan baik. Bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi, tetapi juga untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.”
Prof. Supriyadi mengutip salah satu hadist, dimana Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنّ اللَّهَ تَعَالى يُحِبّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ (رواه الطبرني والبيهقي)ي
Dari Aisyah r.a., sesungguhnya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, mengerjakannya secara profesional”. (HR. Thabrani, No: 891, Baihaqi, No: 334)[1].
“Sikap hedonisme di era disrupsi mengakibatkan ketidakpastian, kalau tidak dapat mengelola dengan baik maka keputusan atau alternatif yang dipilih tidak akan optimal, baik kebaikan untuk sendiri maupun untuk masyarakat,” jelas Prof. Supriyadi
Hedonisme, atau gaya hidup yang berfokus pada kesenangan tanpa batas, bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Islam melarang sikap berfoya-foya, karena hal ini mengabaikan tanggung jawab sosial. Al-Quran dalam Surat Al-Hijr ayat 3 mengingatkan:
ذَرۡهُمۡ يَاۡكُلُوۡا وَيَتَمَتَّعُوۡا وَيُلۡهِهِمُ الۡاَمَلُ فَسَوۡفَ يَعۡلَمُوۡنَ
“Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong) mereka, kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatannya).” [2]
Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang terlalu sibuk dengan kesenangan duniawi akan lalai terhadap tanggung jawabnya kepada Allah dan sesama.
Salah satu ayat Al-Quran juga dikutip mengenai bagaimana lalai terhadap hal-hal yang sifatnya duniawi dapat mendatangkan kesombongan, seperti dalam Surah Al-Kahfi ayat 34 yang berbunyi:
وَكَانَ لَهٗ ثَمَرٌ ۚ فَقَالَ لِصَاحِبِهٖ وَهُوَ يُحَاوِرُهٗۤ اَنَا اَكۡثَرُ مِنۡكَ مَالًا وَّاَعَزُّ نَفَرًا
“dan dia memiliki kekayaan besar, maka dia berkata kepada kawannya (yang beriman) ketika bercakap-cakap dengan dia, “Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikutku lebih kuat.” [3]
Bagaimana kisah ini mengingatkan sesama bahwa harta yang melimpah bisa menjadi ujian bagi hamba-Nya. Jika harta yang dimiliki tidak dikelola dengan baik, harta justru dapat menjerumuskan seseorang ke dalam kesombongan dan kelalaian.
Adapun dengan keadaan lain, apabila menghadapi hedonisme dalam kondisi sulit, seperti kesulitan ekonomi, membutuhkan kesadaran dan ketahanan diri. Islam mengajarkan untuk hidup sederhana dan bersyukur. Dengan mengedepankan nilai-nilai ini, kita sekalian dapat menghindari gaya hidup hedonis meskipun dalam kondisi sulit.
Dalam kajian ini, dijelaskan bagaimana sifat dunia yang sementara. Beliau mengatakan bahwa kesenangan duniawi hanyalah sekedar permainan, fokus yang berlebihan pada dunia berdampak pada manusia yang lalai terhadap tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu beribadah kepada Allah S.W.T.
Menghadapi era disrupsi, bagaimana dengan berbagai teknologi atau perubahan baru yang menggantikan cara lama. Seringkali, perubahan cepat dalam teknologi dan gaya hidup yang sayangnya dianggap sebagai pengganggu. Walaupun begitu, sejatinya disrupsi tidak dapat dihindarkan. Para ahli menyatakan, untuk menyikapi dinamika pada era ini, setidaknya kita perlu memperkuat karakter diri yang mengedepankan nilai-nilai islam di dalamnya, memanfaatkan teknologi dengan tetap terus beradaptasi sekaligus dimanfaatkan untuk menyebarkan kebaikan ataupun dakwah, hingga selalu meningkatkan keimanan dan ketakwaan yang membawa nilai-nilai Al-Qur’an. (Monica Nasywa Rasendriya R.: Tim Redaksi RBM 1446 H)
Anda sekalian dapat melihat siaran langsung kajian di sini
[1] https://nu.or.id/khutbah/anjuran-islam-tentang-etos-kerja-dan-profesionalisme-5ElUf