Masjid Mardliyyah Islamic Center UGM kembali menyelenggarakan kajian fikih yang mendalam pada Rabu, 5 Maret 2025. Kali ini, tema yang diangkat adalah “Pakaian Islami”, sebuah topik yang sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari umat Muslim. Ustadz Achmad Fathurrohman Rustandi, Lc., M.A., hadir sebagai pemateri, mengajak para jamaah untuk mengkaji Kitab Ibanah Al-Ahkam dan memahami berbagai aspek terkait dinamika berpakaian dalam ajaran Islam.
Pakaian memiliki peran yang signifikan dalam kehidupan manusia, terutama bagi umat Islam. Lebih dari sekadar pelindung tubuh dari cuaca, pakaian berfungsi sebagai perwujudan ketaatan dalam menutup aurat dan menjaga kehormatan diri. Dalam Islam, terdapat aturan dan batasan yang jelas mengenai bagaimana seorang Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, seharusnya berpakaian.
Dalam kajiannya, Ustadz Achmad menjelaskan secara umum batasan aurat bagi laki-laki adalah dari pusar hingga lutut. Sementara itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Beliau juga menyampaikan adanya perbedaan pandangan di kalangan ulama terkait status wajah dan telapak tangan, di mana sebagian berpendapat keduanya bukan aurat, sementara sebagian lainnya meyakini seluruh tubuh perempuan adalah aurat.
Lebih lanjut, Ustadz Achmad menekankan bahwa menutup aurat tidak hanya terbatas pada batasan fisik area tubuh. Pakaian yang dikenakan juga harus memenuhi kriteria tidak transparan sehingga kulit tidak terlihat, serta tidak terlalu ketat hingga memperlihatkan lekuk tubuh. Selain itu, terdapat larangan tegas bagi laki-laki untuk mengenakan pakaian yang menyerupai pakaian perempuan, dan sebaliknya. Beliau juga mengingatkan agar umat Islam tidak meniru pakaian yang menjadi ciri khas agama atau budaya lain yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Secara khusus, Ustadz Achmad menyoroti aturan berpakaian bagi laki-laki yang melarang penggunaan sutra dan emas. Larangan ini didasarkan pada hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, di mana Rasulullah SAW bersabda:
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِى أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ…[1]رَ
“Sungguh akan ada di antara umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutra…”
Diharamkannya sutra dan emas bagi laki-laki dalam Islam adalah karena keduanya dianggap sebagai simbol kemewahan dan kesombongan yang bertentangan dengan nilai kesederhanaan. Sementara itu, bagi perempuan, penggunaan sutra dan emas diperbolehkan sebagai bentuk perhiasan dan keindahan. Meskipun penelitian ilmiah modern menemukan potensi manfaat sutra untuk kesehatan, hukum asalnya bagi laki-laki tetap haram, kecuali dalam kondisi darurat yang mendesak untuk pengobatan dan tidak ada alternatif lain.
Ustadz Achmad juga menjelaskan kaitan antara pakaian dengan ibadah shalat. Beliau menegaskan bahwa menutup aurat adalah syarat sah shalat. Jika aurat terbuka, baik disengaja maupun tidak, maka shalat dapat menjadi batal. Beliau memberikan contoh perempuan yang shalat dengan mukena terlalu pendek hingga kakinya terlihat, atau laki-laki yang celananya terlalu pendek sehingga auratnya terbuka. Selain itu, beliau mengingatkan pentingnya anggota sujud seperti kening, telapak tangan, lutut, dan telapak kaki untuk menempel sempurna di tempat sujud. Jika ada bagian yang tertutup, seperti kening yang tertutup cadar atau peci, maka sujudnya tidak sah.
Lebih dari itu, Ustadz Achmad menekankan bahwa Islam melarang umatnya berpakaian dengan tujuan sombong atau pamer. Rasulullah SAW telah mengingatkan bahwa kesombongan adalah sifat yang sangat dibenci oleh Allah SWT., sebagaimana tercantum dalam ayat pertama Surah At-Takasur:
اَلۡهٰٮكُمُ التَّكَاثُرُۙ
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu”
Oleh karena itu, meskipun seseorang mengenakan pakaian mahal atau bermerek, jika tujuannya adalah untuk pamer atau meninggikan diri, maka hal tersebut tidak dibenarkan dalam Islam. Beliau menjelaskan bahwa pakaian bermerek itu sendiri tidak otomatis haram, selama tidak digunakan sebagai alat untuk kesombongan. Islam mengajarkan umatnya untuk hidup sederhana dan tidak berlebihan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam berpakaian.
Sebagai kesimpulan, Ustadz Achmad menyampaikan bahwa pakaian Islami bukan sekadar persoalan model atau gaya, melainkan lebih menekankan pada fungsi dan tujuannya yang luhur. Tujuan utama berpakaian dalam Islam adalah untuk menutup aurat, menjaga kehormatan diri, dan menjauhi sifat angkuh. Dengan memahami dan mengamalkan aturan-aturan ini, diharapkan umat Islam dapat berpenampilan sesuai dengan syariat Islam sekaligus menginternalisasi nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari. (Monica Nasywa Rasendriya R.: Tim Redaksi RBM 1446 H)