Lailatul Qur’an Ramadhan Berkah Mardliyyah 1446 H: Menghadirkan Al-Qur’an sebagai Pedoman Peradaban

Dr. K.H. Ahsin Sakho Muhammad, Lc., M.A.

Masjid Mardliyyah Islamic Center UGM menggelar Lailatul Qur’an Ramadhan Berkah Mardliyyah 1446 H pada Senin (17/3/2025) dengan tema “Menyingkap Tirai Hikmah, Menghadirkan Al-Qur’an sebagai Pedoman Peradaban.” Acara ini menghadirkan dua tokoh ternama, yakni Ustadz Syamsuri Firdaus, S.Hum., Qori International yang telah menjuarai berbagai ajang MTQ dunia, serta Dr. K.H. Ahsin Sakho Muhammad, Lc., M.A., Pakar Ilmu Qiraat Sab’ah dan Tokoh Huffadz Nusantara. 

Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Aset, dan Sistem Informasi UGM, Bapak Arif Setiawan Budi Nugroho, ST., M.Eng., Ph.D., membuka acara dengan menyampaikan sejarah dua masjid besar di lingkungan UGM, salah satunya adalah Masjid Mardliyyah, yang merupakan masjid kampus pertama di UGM. Setelah sambutan, suasana semakin syahdu dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an yang dibacakan oleh Ustadz Syamsuri Firdaus, S.Hum., yang pernah menorehkan prestasi juara 1 MTQ Internasional di Kuwait tahun 2024, Tanzania tahun 2023, dan Turki tahun 2019. Kemudian, pembacaan Al-Qur’an dilanjutkan oleh K.H. Ahmad Fauzi Khoiruman dengan tujuh bacaan imam qiraat. Beliau merupakan pengasuh Asrama Tahfidz Yayasan Ali Maksum Krapyak Yogyakarta serta seorang dewan hakim MTQ nasional yang pernah berguru langsung kepada K.H. Ahsin Sakho Muhammad.

Acara berlanjut dengan Mauidhoh Hasanah yang disampaikan oleh Dr. K.H. Ahsin Sakho Muhammad, L.C., M.A., seorang Pakar Ilmu Qiraat Sab’ah dan Ketua Dewan Pakar Pusat Studi Al-Qur’an. Dalam ceramahnya, beliau menjelaskan alasan mengapa Al-Qur’an diturunkan dan bagaimana peran Al-Qur’an dalam membangun peradaban manusia.

Menurut beliau, sebelum Nabi Muhammad ﷺ diutus, dunia mengalami kekosongan spiritual. “Sebelum Nabi Muhammad dilahirkan, terjadi fatrah, yaitu masa ketika wahyu tidak turun. Masyarakat kehilangan pegangan dalam kehidupan mereka,” ujarnya.

Kondisi ini tidak hanya terjadi di Jazirah Arab, tetapi juga di luar wilayah tersebut. Romawi dan Persia sebagai dua kekuatan besar dunia kala itu terus-menerus berperang tanpa henti, sementara rakyat mereka semakin tertindas oleh pajak yang tinggi. Di sisi lain, masyarakat di Mekah dan Madinah berada dalam keadaan yang tidak karuan, penuh dengan kemusyrikan, ketidakadilan sosial, dan kekacauan moral.

Dalam situasi inilah Allah SWT menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk dan penyembuh bagi umat manusia. “Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai obat, mengobati kehidupan yang tidak karuan, serta menjadi rahmat bagi segenap kaum Muslimin,” jelasnya.

Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa Nuzulul Qur’an memiliki dua makna. Pertama, turunnya Al-Qur’an dari Lauh Mahfuz ke Baitul Ma’mur di langit dunia, dan kedua, turunnya wahyu secara bertahap kepada Nabi Muhammad ﷺ. Allah SWT telah mempersiapkan Rasulullah ﷺ dengan berbagai pengalaman hidup sebelum diangkat menjadi nabi, termasuk masa-masa sulit yang membentuknya menjadi pribadi yang kuat dan mandiri.

Ketika wahyu pertama kali turun, perintah yang Allah berikan adalah Iqra’ yang berarti “bacalah”.

“Mengapa Allah SWT memilih kata ‘Iqra’ sebagai wahyu pertama? Karena Allah ingin umat Islam menjadi masyarakat yang maju dengan ilmu pengetahuan,” kata K.H. Ahsin Sakho Muhammad. Ia menjelaskan bahwa dari lima ayat pertama yang diturunkan dalam surah Al-‘Alaq, semuanya berkaitan dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kata ‘allama (mengajarkan) dan bil-qalam (dengan pena) menunjukkan bahwa Islam sejak awal telah menempatkan pendidikan sebagai pilar utama peradaban.

Beliau juga mengkritisi kondisi Indonesia saat ini yang masih dianggap sebagai negara berkembang meskipun memiliki sumber daya alam yang melimpah. “Mengapa Indonesia masih tertinggal? Ini adalah tantangan bagi mahasiswa dan generasi muda. Jika seseorang melakukan penelitian dan mendapatkan hasil, hendaknya bersyukur kepada Allah dan tidak hanya menjadikannya milik pribadi,” pesannya.

Menurutnya, Al-Qur’an hadir sebagai solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi manusia, baik itu kemiskinan, kemusyrikan, ketidakadilan, hingga kebodohan. Ia mengingatkan bahwa seorang Muslim sejatinya harus menjadi pribadi yang terus belajar dan berusaha memahami ilmu pengetahuan dalam berbagai aspek kehidupan.

Dengan berpegang teguh pada ajaran Al-Qur’an dan semangat mencari ilmu, umat Islam diharapkan dapat membawa perubahan bagi diri sendiri dan masyarakat. “Allah SWT menawarkan jawaban dari ketimpangan yang ada dalam umat manusia. Oleh karena itu, kita harus tergugah menjadi masyarakat yang terpelajar, karena orang yang berilmu pengetahuan memiliki martabat tinggi di sisi Allah,” pungkasnya.

Peringatan Nuzulul Qur’an ini menjadi pengingat bagi setiap Muslim bahwa Al-Qur’an bukan sekadar bacaan, melainkan pedoman hidup yang harus diamalkan. Semangat membaca yang tertanam dalam ajaran Islam harus menjadi landasan bagi generasi muda untuk terus mencari ilmu dan berkontribusi bagi kemajuan umat. (Muhammad Azriel Ramadhan: Tim Redaksi RBM 1446 H)

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Scroll to Top