Halo sobat, kembali lagi dengan Seri Kajian Tafsir pada tahun ini. Alhamdulillah, kita semua dapat membahas terkait isu-isu yang banyak kita alami, baik yang dirasa maupun tidak. Hal ini merupakan sakit mental, dimana tak semua orang menyadari bahwa individu tersebut mengalami kendala tersebut. Dari permasalahan yang terjadi, ada baiknya kita meninjau dari Quran sebagai dasar panduan hidup kita sebagai muslim yang taat.
Kajian ini berjudul “Sakit Mental dalam kisah Al-Quran” yang disampaikan oleh Ust. Tajul Muluk, M.Ag. Kajian dilaksanakan pada hari Senin, 7 Oktober 2024, jam 16-40-17.40 WIB (hingga Maghrib) di Ruang Utama Masjid Mardliyyah Islamic Center UGM.
Dalam kajian tersebut, disampaikan kisah Qarun yang dikenal akan sifat yang materialistis. Kata qarun juga diadaptasi dalam bahasa indonesia dalam frasa ‘harta karun’ layaknya harta yang disembunyikan. Qarun sendiri ialah seseorang yang merupakan kerabat Nabi Musa A.S.–sekaligus umat Nabiyullah–yang cukup religius dan berpendidikan, namun ketamakan dan kekayaannya membuatnya ingkar dari Rabb-nya. Si Qarun dengan kekayaannya yang begitu berlimpah ini enggan membagikan hartanya kepada sesama; bersedekah maupun zakat. Terkaya di zamannya, serta Qarun pun dikenal cukup angkuh dan memamerkan kekayaannya. Qarun juga dikatakan sebagai orang munafik, yang telah merugikan dirinya sendiri juga orang lain. Bahkan ia memanfaatkan status sosialnya dengan menyamakan dirinya dengan nabi, agar kata-katanya dapat dibenarkan seperti Nabi Allah. Sampai-sampai mempengaruhi orang lain untuk seperti dirinya, seperti enggan berzakat. Peristiwa Qarun ini menggambarkan sifat materialisme bahwa harta benda dapat menutupi kerapuhan dari kondisi mental seseorang.
Penolakan Qarun untuk mengasihi ini digambarkan dalam surah Al-Kautsar, menyoroti kerakusan manusia yang tidak akan ada habisnya. Untuk hal itu, dalam islam menekankan pentingnya dalam memahami kondisi mental sendiri. Katakanlah sudah mendalami beribadah dan beriman, selain mendekatkan diri kepada Allah S.W.T., muslimin dan muslimat hendaknya juga memperhatikan hubungannya dengan manusia, salah satunya dengan mencari figur yang dapat diikuti. Untuk itu, dengan adanya mentor tersebut dapat membantu kita agar tidak tersesat dari jalan-Nya. Dalam kajian juga dicontohkan seperti kegiatan ziarah atau mengunjungi makam untuk mengingatkan kepada sesama akan kematian dan hidup dunia yang hanya sementara, sehingga kita tak bergantung dengan apa yang sudah dimiliki di dunia dan menanamkan rendah hati. Kembali meninjau dari ketamakan Qarun, tujuan dari perjuangan yang terikat pada harta benda hendaknya diingat sebagai bahan perhitungan di Yaumul Akhir, di mana setiap kepemilikan di dunia akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Bagaimana kita memanfaatkan kekayaan untuk hal-hal yang baik atau pun mubah. Diingatkan bahwa harta kekayaan hendaknya membantu kita semua untuk lebih dekat kepada Allah S.W.T., bukan justru menjauhi-Nya. Seperti dalam surat Al-Qasas ayat 77, Allah S.W.T. mengingatkan kita dari segala anugerah yang diberikan, hendaknya digunakan untuk menolong dalam perbuatan-perbuatan yang baik serta memberi bagian kebaikannya di dunia, tidak hanya untuk akhirat. Selain itu, dalam ayat tersebut diingatkan agar kita tidak berbuat kerusakan atau kemaksiatan di bumi