Mengingat Kematian: Panduan Tata Cara Pemakaman dalam Islam

Kematian adalah kepastian yang akan dihadapi oleh setiap jiwa. Firman Allah dan hadis-hadis Rasulullah dengan jelas mengingatkan umat manusia akan kepastian ajal yang datang tanpa mengenal usia atau waktu. Dalam kajian bertema “Jenazah” yang berlangsung pada Kamis, 16 Januari 2025, pukul 16.30-17.30 WIB, di Lantai 1 Ruang Utama, Masjid Mardliyyah Islamic Center UGM, Ust. Achmad Fathurrohman Rustandi, Lc., M.A., menyampaikan panduan rinci tata cara pemakaman sesuai syariat Islam. Kajian ini merupakan bagian dari pembahasan kitab Ibanah Al Ahkam karya Syekh Alawi Abbas Al Maliki dan Syekh Hasan Sulaiman An Nuri.

Ust. Achmad Fathurrohman Rustandi, Lc., M.A., menjelaskan empat kewajiban utama terhadap jenazah yang bersifat fard kifayah, yaitu memandikan (ghusl), mengkafani (kafan), melaksanakan salat jenazah (salat janazah), dan menguburkan. Proses penyelenggaraan jenazah dilakukan dengan penuh penghormatan, mulai dari mencuci tubuh menggunakan air bersih yang dicampur daun bidara atau, pada masa kini, sabun juga dapat digunakan sebagai alternatif, serta ditambahkan kapur barus untuk memberikan aroma wangi. Pencucian ini dilakukan minimal tiga kali, dengan jumlah ganjil seperti tiga, lima, atau tujuh kali sesuai kebutuhan. Setelah itu, jenazah dibungkus dengan kain kafan putih sederhana, tanpa tambahan barang atau hiasan.

Selanjutnya ialah penguburan yang perlu dilakukan dengan cermat sesuai tuntunan syariat. Jenazah dimakamkan dengan posisi tubuh menghadap ke arah kiblat. Secara teknis, liang lahat dibuat dengan posisi kepala jenazah di utara dan kaki di selatan. Liang lahat juga digali sedikit lebih luas agar tubuh dapat diserongkan menghadap ke kiblat. Kedalaman liang lahat harus mencukupi untuk mencegah bau serta gangguan dari hewan. Ust. Achmad juga mengingatkan bahwa pembangunan makam yang berlebihan, seperti membuat bangunan mewah di atas kubur, tidak dianjurkan dalam Islam. Hal yang paling dibutuhkan oleh jenazah adalah doa tulus dari kerabat yang masih hidup, bukan tanda fisik atau simbol yang berlebihan.

Kajian ini juga membahas situasi khusus, seperti pengecualian kewajiban memandikan dan mensalatkan jenazah bagi syuhada serta bayi yang meninggal saat lahir atau yang meninggal dalam kandungan. Ust. Achmad menjelaskan bahwa syahid sejati adalah mereka yang gugur dalam rangka menjaga kehidupan, bukan mengambil nyawa orang lain. Dalam Islam, seseorang yang meninggal dalam keadaan membela diri dari serangan, melindungi orang lain dari kezaliman, atau mempertahankan agama dan tanah airnya dengan cara yang benar, termasuk dalam kategori syahid. Hal ini berbeda dengan tindakan terorisme yang kerap disalahartikan sebagai kesyahidan, padahal bertentangan dengan prinsip Islam yang menekankan perlindungan terhadap nyawa manusia.

Sebagai kesimpulan, kajian tentang tata cara pemakaman dalam Islam yang disampaikan oleh Ust. Achmad Fathurrohman Rustandi, Lc., M.A., memberikan petunjuk mengenai kewajiban umat Muslim terhadap jenazah. Kajian ini menekankan pentingnya penghormatan kepada jenazah sesuai dengan ajaran syariat, yang harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan kesederhanaan.

Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

اَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ: اَلْمَوْتِ
(Perbanyaklah oleh kalian mengingat pemutus segala nikmat, yaitu kematian.)
(H.R. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i, disahihkan oleh Ibnu Hibban)

Apa yang paling dekat dengan kita tetapi sering kita lupakan adalah kematian. Kematian adalah keniscayaan. Setiap makhluk yang bernyawa pasti akan merasakan kematian. Dengan memahami tata cara pemakaman ini, semoga umat Muslim dapat menjalankan kewajiban terhadap jenazah dengan benar, sekaligus meningkatkan kesadaran akan hakikat kehidupan dan kematian sebagai bagian dari perjalanan menuju akhirat.(Muhammad Azriel Ramadhan/ Tim Redaksi RBM 1446 H)

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Scroll to Top