Pengaruh Santri dalam Perkembangan Peradaban

Pada hari Kamis, 24 Oktober 2024. MIC Open Discourse mengadakan kajian bertema “Santri Indonesia: Sejarah, Tradisi, dan Tantangan Perubahan” dengan pemateri Gus Muhammad Mustafi. Kajian bertempat di Ruang Utama, Masjid Kampus Mardliyyah Islamic Center UGM.

Sejarah santri dan sejarah Islam di Indonesia merupakan sejarah yang sejalan. Hal ini dimulai dengan munculnya tokoh pergerakan, yaitu Raden Patih Unus. Beliau adalah pemuda pertama yang melawan imperialisme meskipun usaha tersebut gagal. Perlawanan ini terus berlanjut dan mencapai puncaknya pada Perang Diponegoro. 

Dalam disertasi Sartono Kartodirdjo menyebutkan jika setiap perlawanan selalu terdapat dua basis, yaitu pesantren dan tasawuf. Mayoritas perlawanan saat itu berdasarkan latar belakang pesantren. Melihat dari sisi sejarah, perlawanan terhadap imperialisme dan kolonialisme kekuatan global saat itu diperankan oleh santri. Peran pesantren sempat diabaikan karena politik etis yaitu edukasi. Masyarakat pesantren merupakan satu basis kultural tertentu yang dibangun oleh jaringan makna sebagai ajaran kaum santri menggerakkan transformasi sosial termasuk kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat.

Tantangan dalam konteks Indonesia dari narasi keislaman berbentuk justifikasi (kekuasaan) yang tidak pro maslahatul ummah, yaitu menyadarkan diri pada legitimasi sosial. Di fakta global, Islam dipandang sebagai kekuatan teroris karena munculnya komunitas, seperti ISIS sehingga yang muncul wajah kekerasan basis kelompok Islam. Dalam konteks sains dan teknologi dihidupkan inovasi-inovasi revolusi industri, dimana masyarakat santri menempatkan diri di era destruktif menjadi kata kunci dalam peran sosial. Terdapat kebutuhan santri untuk mengarahkan berbagai pilihan-pilihan perkembangan sains dan teknologi sehingga nasib masyarakat santri ditentukan oleh sebuah kebijakan politik. Hasil akhir dari sains dan teknologi untuk mengabdi pada kekuatan oligarki yang kemudian perlahan mengabdi pada kepentingan bersama.

Dalam mengembangkan pendidikan sebaiknya didasarkan pada kebutuhan. Sebaiknya pondok pesantren di Indonesia dipetakan sehingga jelas dimana fokus untuk mengembangkan tafaqquh fiddin dan mana untuk tugas-tugas lain. Pesantren juga diharuskan beradaptasi dengan kebutuhan teknologi untuk melakukan suatu kajian mengenai tafsir keagamaan dan disambungkan dengan berbagai perkembangan sosial yang ada.  Untuk permasalahan kekerasan seksual hanya untuk pondok pesantren yang sudah tidak mengikuti nilai-nilai prinsip dasar pesantren karena RMI sudah mengatur konsep pesantren yang ramah anak. Menurut pembicara, pandangan jika anak nakal dimasukkan ke pesantren tidak salah karena memang ada beberapa pesantren yang bersedia menangani hal tersebut. Namun, pandangan mengenai pesantren semata-mata hanya sebagai tempat untuk anak yang tidak dapat dikendalikan adalah salah karena saat ini juga banyak anak berprestasi yang mempunyai basis pesantren yang kuat. (Ayu Galih Dewandari: Peserta Seleksi Tim Redaksi RBM 1446 H)

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Scroll to Top