Prof. Inayah Rohmaniyah: Membangun Tafsir Islam yang Adil bagi Perempuan

Prof. Dr. Hj. Inayah Rohmaniyah, S.Ag., M.Hum., M.A.

Masjid Mardliyyah Islamic Center UGM kembali menggelar Kajian Iftar dalam rangkaian Ramadhan Berkah Mardliyyah 1446 H pada Kamis (13/3/2025). Prof. Dr. Hj. Inayah Rohmaniyah, S.Ag., M.Hum., M.A. hadir sebagai pembicara dengan tema “Peran Perempuan dalam Tafsir Kontemporer Al-Qur’an: Dekonstruksi Narasi Patriarki.” Dalam kajiannya, beliau membahas bagaimana tafsir Al-Qur’an terus berkembang dalam memahami peran perempuan serta bagaimana narasi-narasi patriarki dalam pemahaman keislaman dapat dikaji ulang melalui pendekatan tafsir kontemporer.

Dalam penjelasannya, Prof. Inayah menjelaskan bahwa patriarki adalah sistem sosial di mana laki-laki memiliki kekuasaan dominan dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Sistem ini berakar pada androsentrisme, yaitu cara pandang yang menjadikan laki-laki sebagai pusat norma, standar, dan praktik sosial. Salah satu contohnya adalah larangan perempuan keluar rumah pada malam hari dengan alasan dapat menggoda laki-laki, yang menurut Prof. Inayah, lebih mencerminkan cara pandang laki-laki dibandingkan dengan nilai Islam yang sesungguhnya.

“Patriarki adalah cara pandang yang primitif karena tidak sejalan dengan prinsip keadilan dalam Islam,” ujarnya.

Lebih lanjut, Prof. Inayah menjelaskan bahwa dalam sejarah agama, sistem patriarki sering kali terinternalisasi dalam tafsir Al-Qur’an. Padahal, Islam sendiri mengajarkan prinsip kesetaraan dan keadilan, di mana kemuliaan seseorang di hadapan Allah SWT ditentukan oleh ketakwaan, bukan jenis kelamin.

“Dari konsep tauhid, Tuhan itu bukan laki-laki dan bukan perempuan. Yang paling mulia di sisi-Nya adalah mereka yang bertakwa, baik laki-laki maupun perempuan,” jelasnya.

Prof. Inayah menambahkan bahwa Islam sebagai rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam) menekankan pentingnya pluralitas di antara manusia. Tafsir Islam harus kembali pada nilai-nilai fundamentalnya yang tidak membedakan manusia berdasarkan jenis kelamin, suku, ras, atau warna kulit.

“Meskipun kita hidup di era modern, masih banyak yang terjebak dalam tafsir patriarki yang menempatkan perempuan sebagai makhluk kedua,” imbuhnya.

Untuk membangun tafsir yang lebih ramah terhadap perempuan, Prof. Inayah memperkenalkan teori mubadalah, yaitu metode tafsir yang berprinsip keselarasan timbal balik antara laki-laki dan perempuan. “Jika suatu tafsir menuntut keadilan bagi laki-laki, maka tafsir tersebut juga harus berlaku adil bagi perempuan,” ujarnya.

Ia mencontohkan bagaimana peran perempuan dalam Islam sebenarnya setara dengan laki-laki, sebagaimana terlihat dalam kehidupan istri-istri Rasulullah SAW. “Kita bisa belajar dari Khadijah sebagai perempuan yang sukses dalam dunia bisnis dan memiliki peran di ruang publik, atau dari Aisyah yang memiliki peran besar dalam dunia keilmuan dan keluarga,” jelasnya.

Sebagai penutup, Prof. Inayah mengajak seluruh peserta untuk lebih kritis dalam memahami tafsir agar Islam tetap relevan dengan zaman. “Jangan ragu untuk memuliakan diri sendiri maupun orang lain, baik itu laki-laki maupun perempuan, karena dengan begitu kita juga memuliakan ajaran Islam itu sendiri,” pungkasnya. (Muhammad Azriel Ramadhan: Tim Redaksi RBM 1446 H)

Penyerahan Cinderamata dan Dokumentasi

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Scroll to Top