Ramadhan Berkah Mardliyah (RBM) kembali menyelenggarakan program Kajian Iftar (Kaifa) pada Selasa (18/3/2025) di Mardliyah Islamic Center UGM. Kali ini, Kaifa mengundang Prof. Dr. Jamhari, S.P., M.P. (Guru Besar Fakultas Pertanian UGM dengan tajuk “Transformasi Sumber Daya Manusia di Sektor Pertanian: Tantangan dan Solusi untuk Pembangunan Berkelanjutan”
Prof. Jamhari membuka kajian dengan penjelasan tentang hubungan antara Al-Qur’an dan hadits dengan bidang pertanian, sebagaimana dalam QS. ar-Rum ayat 41yang berbunyi,
ظهر الفساد في البر والبحر بما كسبت أيدى الناس
ayat tersebut menjelaskan bahwa segala kerusakan yang ada di darat maupun laut merupakan ulah dari perbuatan manusia. Kemudian, ia menggambarkan keterkaitan antara kondisi pangan dan lingkungan di Indonesia. Ia memberikan contoh berupa keadaan Kalimantan yang rentan terhadap kebakaran terjadi bukan tanpa sebab, melainkan karena kondisi berjenis tanah gambutnya yang berupa gambut ditambah dengan adanya perkebunan sawit. Perkebunan sawit menyebabkan tanah gambut di sekitarnya kering sehingga mudah terbakar.
Selain itu, ia juga menyinggung beberapa bencana alam yang terjadi di Indonesia, salah satunya adalah banjir di Jakarta. Banjir tersebut disebabkan oleh adanya kiriman air dari wilayah Bogor. Pohon-pohon di wilayah Bogor sudah di tebangi, akibatnya ketika hujan terjadi tidak ada daerah resapan yang mencukupi sehingga air mengalir ke hilir (Jakarta).
Tidak lupa, Prof. Jamhari mengajak jamaah untuk merefleksikan permasalahan-permasalahan tersebut, “Apakah bencana tersebut disebabkan kemiskinan atau memang keserakahan?”, tuturnya. Ia menambahkan, “Kita makhluk sosial, kita harus mempertimbangkan, bagaimana niali tambah yang kita peroleh kemudian kita distribusikan juga kepada tetangga kita, komunitas kita dan orang lain”, tambahnya.
Prof. Jamhari juga menyebutkan bahwa pembangunan tidak semata-mata mempertimbangkan kesejahteraan manusia tetapi juga hewan, Ia pun memberikan ilustrasi singkat berupa budidaya ikan lele, Kalau kita memelihara lele, misalnya 1m³ kita masukkan populasi lele 50.000 begitu, diberi pakan juga besar-besar tetapi lelenya tidak bahagia, jadi ada standarnya”, jelasnya.
Prof. Jamhari berpendapat, “Proses produksi pangan kita harus ramah lingkungan!”, sarannya. Lebih lanjut, ia memberikan ilustrasi mengenai proses pengolahan sawit. Ia menjelaskan bahwa Indonesia memiliki standar sertifikasi khusus dalam pengolahan sawit yang disebut dengan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).
Adapun di bidang pertanian dan pangan, ia menjelaskan “Secara umum, sisi pangan global kita menggambarkan kondisi yang divergen (menyebar), baik demand suplainya”, tuturnya. Ia menambahkan bahwa pertanian tidak hanya berfungsi untuk food (makanan), tetapi juga feed, (pakan) dan juga fuel (bahan bakar). Salah satu bahan bakar tersebut adalah B40 yaitu bahan bakar yang terbuat dri 70% minyak tambang dan 30% minyak sawit.
Selanjutnya, Prof. Jamhari menyatakan bahwa, “Permintaan terhadap produk pertanian terus naik, sedangkan penawaran atau suplai yang tersedia semakin turun”, tuturnya. Pernyataan tersebut diperkuat data, “Berdasarkan data BPS pada sensus pertanian terakhir pada tahun 2023, jumlah petani kecil naik sebesar 2,3%”, tambahnya.
Saat ini, di bidang pertanian dan pangan Indonesia menempati peringkat ke-65 dari 113 negara. Hal ini dapat terjadi karena ada beberapa sebab, diantaranya: kurangnya minat generasi muda terhadap pertanian, keterbatasan lahan yang tersedia, dan kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap pertanian.
Sebagai penutup, Prof. Jamhari berpesan bahwa manusia sebagai konsumen tidak boleh berlebih-lebihan dan membuang-buang makanan, sedangkan dari sisi produsen, perusahaan harus memperhatikan sisi sosialnya juga, tidak hanya fokus pada keuntungan saja. Ia juga menambahkan bahwa literasi terhadap Al-Qur’an juga harus ditingkatkan. (Sayyidah Khalimatussakdiah: Tim Redaksi RBM 1446 H)