
Ramadhan Berkah Mardliyyah 1446 H kali ini mengadakan Kajian Iftar pada Minggu (2/3/2025) sore hari dengan mengundang Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T. ,M.Sc., Ph.D, sebagai pembicara dengan tema “Pengembangan Sains, Sayap Peradaban Islam yang Patah?”
Pada kajian ini, Fathul mengajak kita untuk banyak merenung dan mengajak kita berandai-andai jika Islam tidak pernah datang akan seperti apa bumi ini.
“Kalau saja islam tidak pernah turun ke muka bumi kekerasan masih tetap ada. Artinya Islam tidak berkontribusi kepada kekerasan. Ajaran islam membawa umatnya untuk tidak cinta kekerasan,” jelas Fathul meluruskan pemikiran bahwa Islam membawa kerusakan.
“Sebagian perang sipil yang terjadi di negara-negara Muslim, ternyata sebabnya bukan karena agama tetapi karena tingkat pembangunannya yang masih terbelakang sampai kepada represi yang dilakukan negara, bukan karena agama Islam,” tuturnya.
Mengutip dari buku karya Ahmad Abdus Salam yang berjudul Islam and Science, Fathul menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap beberapa penjelasan dari buku tersebut. Buku ini menjelaskan bahwa eksistensi yang membunuh spirit untuk mengembangkan sains dalam pengembangan Islam adalah ortodoksi beragama dan semangat intoleransi.
“Ortodoksi yang bagaimana? Semangat intoleransi seperti apa?”
Fathul menegaskan kembali bahwa agama Islam tidak memerintahkan umatnya untuk bisa bebas melakukan kekerasan yang diklaim sebagai bentuk kemunduran Islam.
“Agama Islam tidak membawa umatnya untuk cinta kekerasan, jadi klaim yang mengatakan bahwa agama Islam adalah agama yang gandrung kepada kekerasan, ini salah,” tegas Fathul.
Fathul justru menjelaskan bahwa kemunduran Islam terjadi karena buku tentang sains di Timur Tengah tidak berkembang. Ia menyampaikan bahwa buku yang terbit di Timur Tengah dan Eropa sekitar tahun 800-1500 M, yakni pada abad XI buku tentang sains turun drastis dan buku tentang agama naik drastis. Inilah yang disepakati oleh sejarawan sebagai kemunduran umat Islam.
“Kita perlu bangkit. Pilihannya ada dua, bangkit dengan strategi reproduksivisme (kembali ke jaman dulu persis apa adanya) atau dengan rekonstruksivisme (belajar dari masa lalu untuk masa depan),” jelas Fathul tentang cara untuk mengembangkan peradaban umat Islam yang bermartabat. (Maulida Wulandari: Tim Redaksi RBM 1446 H)